oleh: Imam Apriansyah
tak terasa, sebentar lagi tugas ini akan aku dan teman-temanku selesaikan. tinggal beberapa tugas laporan yang mesti dirampungkan segera. banyak sekali hal yang aku dapatkan, terkhusus adalah sebuah pengalaman yang sungguh sangat berbekas dikalbu. memang seringkali halangan dan rintangan kerap menerjang langkah-langkah polos kami, baik itu datangnya dari guru-guru yang kami tumpangi sekolahnya, maupun beberapa siswa yang mungkin sedikit mengalami syndrom keremajaan mereka.
lelah selalu jadi alasan untuk mengeluh dalam tiap doa dan sholat kami, seakan tugas ini tak akan mampu kami selesaikan. yah, ada saja masalah yang dibuat orang untuk memburukkan citra kami sebagai orang yang merasa menumpang mencari ilmu disana.
salah satunya adalah beberapa oknum yang sulit sekali ditebak apa maunya, saat aku dan teman-temanku senyum eh tak sedikit pun balasan senyum hadir dibibirnya. namun serba salah juga, tidak senyum dikatakan sombong dengan segala pencarian kesalahan dan aib lainnya.
aku sempat berkata dengan salah seorang temanku "jujur aku lelah....".
ia pun menguatkan aku, "biarlah saat ini kita memang sering diremehkan, tapi belum tentu nasib mereka akan lebih baik dari kita, roda itu berputar. barangkali saat ini mereka berada diatas, belum tentu esok akan selalu berada disana".
sepertinya aku akan beranjak dari cerita itu, yah murid-murid yang membuatku selalu merasa berharga. tak semuanya,tapi itu cukup membuatku bangga. dizaman edan seperti ini masih ada murid sesopan mereka, "assalamualaikum pak". senyum dan sapa mereka, tak mampu kuhapus dari memoriku, akan kuingat selalu. semoga kelak dapat bertemu lagi, entah itu dimana.
BERSAMBUNG.....
Tak mungkin rembulan menyapa raut malam yang gelap berawankan hujan, tapi aku yakin purnama kan datang sebagai seberkas cahaya yang selalu kurindukan.....
Sabtu, 29 Oktober 2011
Sabtu, 15 Oktober 2011
KETIKA KAU RAMU KEMARAHANMU
KETIKA KAU RAMU KEMARAHANMU
Imam Apriansyah
perih perjalanan ini,mengusik hijau rerumputan yang kutanam dipinggir rasaku.
membakar filsafat roda waktu
terkadang menjelma sebagi sesosok boneka tak berdaya
yang hanya mampu mengalah pada sumpah serapah.
aku mencoba menggalah rasa marahmu kepada ratusan kalimat yang kulipat didahi
menahan malu karena umpatanmu bak rindu badai pada pantai yang rapuh
aku tak mengerti arti setiap celotehan menyakitkan yang keluar dari pabrik-pabrik aksaramu
setiap saat menyemburkan asap hitam yang menyesakkan dada perjalanan.
mengapa hanya aku yang kau rindui tuk meluapkan benci dikepalamu
petuah-petuahmu,
ah hanya ratusan rasa memabukkan yang menelan senyumku.
terlalu pahit tuk dimakan sebagai sebuah pemahaman.
aku ingin pergi saja dari larut kecemasan dan kebengisan
sekedar untuk menerjemahkan cuaca laut yang memberi sinyal kemurkaan.
Rabu, 12 Oktober 2011
Purnama Dimatamu, Ayah
Imam Apriansyah
Kutulis puisi kesedihan
Agar kau mampu membaca harum
tubuhku dengan air mata.
Hari dan bulan berlalu diwajahmu
namun tak mampu kau hentikan
Hanya sekedar permainan waktu yang
kau biarkan berlalu.
Aku sering merindumu, sebagai
purnama yang tak pernah tahu kapan kan
kugenggam
Separuh cahayaku redup, tak
mengerti kemana kan
kucari lampu seindah rembulan.
Pada sepi dan halusinasi, pada
mimpi yang kadang tak pasti
Kurebahkan rindu ini. Rindu yang
mustahil dapat kuisi sebagai panganan dalam kaleng-kaleng lebaran. Atau lagu
nina bobo yang kerap kudengar dari jendela dirumah tetangga.
Dalam doa yang siang malam aku
panjatkan:
Akankah engkau menyeka air mata
rindu yang kadang tak mampu kulabuhkan.
Selalu saja rindu itu memudar
sebagai seberkas cahaya purnama yang diliputi awan
Memancar sebagai percikan hujan
dimataku.
Ayah…
Gedung-gedung megah itu menutupi
hatimu
yang hendak menyembunyikan purnama
dimatamu.
Meranggas sebagian sejarahku dalam
aliran darah yang kau pancarkan dalam rahim ibu.
Yang kini terdampar dihempas perihnya
debu-debu jalanan.
Pada hujan senja itu
Engkau lempar tanggung jawab pada
nisan ibu yang membisu.
Barangkali engkau malu.
Darah birumu terlalu kental, untuk
menjaga mental kenyataan bahwa sejarah Tuhan menyatatku sebagai darah dagingmu.
Seumpama aku hanya kotoran
Yang membikin baju kebesaranmu jadi
berdebu.
Aku ingin jadi tanah saja,
selamanya dikubur dari purnama.
Aku memang bukan bima atau sadewa
Yang mampu bertarung merenggut
tahta raja
aku hanya jutaan tetes air mata
yang merindu purnama dimatamu, ayah.
*Puisi ini masuk dalam antologi puisi adalah hidupku.
*Puisi ini masuk dalam antologi puisi adalah hidupku.
Pagaralam,22
september 2011 17:09 wib.
Sabtu, 01 Oktober 2011
Menghadapi PPL
Menghadapi PPL
Pernahkah dirimu
mengalami ketakutan yang luar biasa saat pertama kali kamu akan menghadapi
tugas PPL?. Berarti kamu sama sepertiku, saat ini satu hari menjelang
dilaksanakannya tugas PPL. Hati dan pikiranku begitu ketakutan dibuatnya,
betapa tidak dengan berbagai wejangan yang disampaikan dosen pembimbing kemarin
membuatku semakin bertambah takut untuk menghadapinya senin nanti. Selama dua
bulan kami akan digodok sebagai calon guru professional. Menghadapi anak-anak
SD atau SMP barangkali suatu hal yang biasa buatku, karena murid murid di
bimbel yang aku rintis rata-rata adalah siswa yang masih duduk di SD atau SMP. Tetapi
yang semakin membuat pikiranku gelisah adalah aku nanti harus berhadapan dengan
siswa SMK yang materi dan siswanya barangkali sangat kritis dan sulit.
Ya Allah bimbing hambamu yang serba lemah ini…..
Pagaralam 1 oktober
2011
Langganan:
Postingan (Atom)