Sabtu, 29 Oktober 2011

Sesuatu itu.....

oleh:  Imam Apriansyah


tak terasa, sebentar lagi tugas ini akan aku dan teman-temanku selesaikan. tinggal beberapa tugas laporan yang mesti dirampungkan segera. banyak sekali hal yang aku dapatkan, terkhusus adalah sebuah pengalaman yang sungguh sangat berbekas dikalbu. memang seringkali halangan dan rintangan kerap menerjang langkah-langkah polos kami, baik itu datangnya dari guru-guru yang kami tumpangi sekolahnya, maupun beberapa siswa yang mungkin sedikit mengalami syndrom keremajaan mereka.
lelah selalu jadi alasan untuk mengeluh dalam tiap doa dan sholat kami, seakan tugas ini tak akan mampu kami selesaikan. yah, ada saja masalah yang dibuat orang untuk memburukkan citra kami sebagai orang yang merasa menumpang mencari ilmu disana.
salah satunya adalah beberapa oknum yang sulit sekali ditebak apa maunya, saat aku dan teman-temanku senyum eh tak sedikit pun balasan senyum hadir dibibirnya. namun serba salah juga, tidak senyum dikatakan sombong dengan segala pencarian kesalahan dan aib lainnya.
aku sempat berkata dengan salah seorang temanku "jujur aku lelah....".
ia pun menguatkan aku, "biarlah saat ini kita memang sering diremehkan, tapi belum tentu nasib mereka akan lebih baik dari kita, roda itu berputar. barangkali saat ini mereka berada diatas, belum tentu esok akan selalu berada disana".

sepertinya aku akan beranjak dari cerita itu, yah murid-murid yang membuatku selalu merasa berharga. tak semuanya,tapi itu cukup membuatku bangga. dizaman edan seperti ini masih ada murid sesopan mereka, "assalamualaikum pak". senyum dan sapa mereka, tak mampu kuhapus dari memoriku, akan kuingat selalu. semoga kelak dapat bertemu lagi, entah itu dimana.

BERSAMBUNG.....

Sabtu, 15 Oktober 2011

KETIKA KAU RAMU KEMARAHANMU


 KETIKA KAU RAMU KEMARAHANMU

Imam Apriansyah


perih perjalanan ini,mengusik hijau rerumputan yang kutanam dipinggir rasaku.
membakar filsafat roda waktu
terkadang menjelma sebagi sesosok boneka tak berdaya
yang hanya mampu mengalah pada sumpah serapah.

aku mencoba menggalah rasa marahmu kepada ratusan kalimat yang kulipat didahi
menahan malu karena umpatanmu bak rindu badai pada pantai yang rapuh

aku tak mengerti arti setiap celotehan menyakitkan yang keluar dari pabrik-pabrik aksaramu
setiap saat menyemburkan asap hitam yang menyesakkan dada perjalanan.

mengapa hanya aku yang kau rindui tuk meluapkan benci dikepalamu

petuah-petuahmu,
ah hanya ratusan rasa memabukkan yang menelan senyumku.
terlalu pahit tuk dimakan sebagai sebuah pemahaman.

aku ingin pergi saja dari larut kecemasan dan kebengisan
sekedar untuk menerjemahkan cuaca  laut yang memberi sinyal kemurkaan.

PPL



Rabu, 12 Oktober 2011

Purnama Dimatamu, Ayah




Imam Apriansyah

Kutulis puisi kesedihan
Agar kau mampu membaca harum tubuhku dengan air mata.

Hari dan bulan berlalu diwajahmu namun tak mampu kau hentikan
Hanya sekedar permainan waktu yang kau biarkan berlalu.

Aku sering merindumu, sebagai purnama yang tak pernah tahu kapan kan kugenggam
Separuh cahayaku redup, tak mengerti kemana kan kucari lampu seindah rembulan.

Pada sepi dan halusinasi, pada mimpi yang kadang tak pasti
Kurebahkan rindu ini. Rindu yang mustahil dapat kuisi sebagai panganan dalam kaleng-kaleng lebaran. Atau lagu nina bobo yang kerap kudengar dari jendela dirumah tetangga.


Dalam doa yang siang malam aku panjatkan:
Akankah engkau menyeka air mata rindu yang kadang tak mampu kulabuhkan.

Selalu saja rindu itu memudar sebagai seberkas cahaya purnama yang diliputi awan
Memancar sebagai percikan hujan dimataku.

Ayah…
Gedung-gedung megah itu menutupi hatimu
yang hendak menyembunyikan purnama dimatamu.
Meranggas sebagian sejarahku dalam aliran darah yang kau pancarkan dalam rahim ibu.
Yang kini terdampar dihempas perihnya debu-debu jalanan.

Pada hujan senja itu
Engkau lempar tanggung jawab pada nisan ibu yang membisu.
Barangkali engkau malu.
Darah birumu terlalu kental, untuk menjaga mental kenyataan bahwa sejarah Tuhan menyatatku sebagai darah dagingmu.

Seumpama aku hanya kotoran
Yang membikin baju kebesaranmu jadi berdebu.
Aku ingin jadi tanah saja, selamanya dikubur dari purnama.

Aku memang bukan bima atau sadewa
Yang mampu bertarung merenggut tahta raja
aku hanya jutaan tetes air mata yang merindu purnama dimatamu, ayah.

*Puisi ini masuk dalam antologi puisi adalah hidupku.

Pagaralam,22 september 2011 17:09 wib.
 
 

Sabtu, 01 Oktober 2011

Menghadapi PPL


Menghadapi PPL

Pernahkah dirimu mengalami ketakutan yang luar biasa saat pertama kali kamu akan menghadapi tugas PPL?. Berarti kamu sama sepertiku, saat ini satu hari menjelang dilaksanakannya tugas PPL. Hati dan pikiranku begitu ketakutan dibuatnya, betapa tidak dengan berbagai wejangan yang disampaikan dosen pembimbing kemarin membuatku semakin bertambah takut untuk menghadapinya senin nanti. Selama dua bulan kami akan digodok sebagai calon guru professional. Menghadapi anak-anak SD atau SMP barangkali suatu hal yang biasa buatku, karena murid murid di bimbel yang aku rintis rata-rata adalah siswa yang masih duduk di SD atau SMP. Tetapi yang semakin membuat pikiranku gelisah adalah aku nanti harus berhadapan dengan siswa SMK yang materi dan siswanya barangkali sangat kritis dan sulit.
            Ya Allah bimbing hambamu yang serba lemah ini…..
Pagaralam 1 oktober 2011