Senja merona pelan. Mentari tinggal separuh ditenggelamkan
samudra. Dan aku masih duduk disini, menatap cahaya jingga yang dipermainkan
ombak. Meliuk-liuk jariku, menggores tepian pantai. Mencoba menggambar sketsa
wajahmu.
“Nadya…”
Tiba-tiba
suara khasmu membuyarkan konsentrasiku.
“ayah…” .
aku melongok tak percaya.
“ayah, kau
kah itu?”
“kemarilah
nak” dan aku menghambur kepelukanmu. Menangis sejadi-jadinya menumpahkan rindu
yang terperih.
“setiap
hari aku menanti ayah disini, aku sudah kehilangan ibu, aku takut ayah juga
akan…”
“ssst,
jangan dilanjutkan nak, ayo ayah lelah sekali.”